There's a good news today. My novel, SATU (my original title, I haven't known it will be changed or not) is confirmed to be published by Gagas. This novel has gone through quite long editing process. Almost two years! Yes, it is mostly because I am not good in writing great novel. It was a learning process for me doing the revision. I had some down moments, which at a point I gave up and let it go... But, fortunately, the kind people in Gagas were helping me out and giving me courage to continue. Thank you so much, Mbak Resita, Mbak Widya and Mbak Jia.
Well, let me tell you a bit about SATU.
It is basically facing your fear. That a past will never go completely, especially unfinished issue. It will go back to you, haunt you and finally find you for a closure. Whether you want to deal with it or run away again, it's you choice.
Here's some teasers.
The main female character in this novel is Galuh.
“To the point saja. Kewajiban saya pada Nadine hanya bertemu denganmu dan itu sudah saya lakukan. Asal kau tahu, saya tidak berniat dan berminat menjalin hubungan atau pertemanan denganmu. Saya pikir kamu juga tidak akan membuang-buang waktu dengan saya. Percayalah, saya bukan orang yang kau ingin jadikan teman dekat,” kata Galuh.
Cara Galuh
mengatakan semua itu dengan penuh ketegasan dan kepercayaan diri
membuat Rizal terkesan, sekaligus curiga.
The main male character is Rizal.
"Itu makananku. Aku sudah memakannya sedikit," jawab Galuh dingin. Tampak Rizal menahan kunyahannya. Dia memandang Galuh dan isi piring bergantian.
"Tanggung. Kuhabisin sekalian saja, ya. Atau mau sepiring berdua?" Rizal nyengir.
"Aku mau pulang. Tolong bilang sama Mas Irwan kalau aku tidak suka diperlakukan begini. Dia mengundangku kemari untuk konsultasi desain interior, bukan untuk dikerjain macam begini. Bilang juga padanya, sekali aku bilang nggak mau dicomblangin denganmu, aku nggak bakal mau. Dan kau seharusnya nggak perlu ikut-ikutan skenario mereka. Punya harga diri dikit lah."
"Hei, hei, hei." Rizal berdiri. Agak tersengat dia dituduh Galuh begitu. Emang siapa yang sukarela dicomblangin sama dia?
The sidekick.
“Tidak ada cerita. Oh ya, barusan Ayu kirim pesan. Dia mau
pulang ke Indonesia. Kalau sudah dapat kepastian tanggal berapa dia datang, aku
akan mengecek jadwalku. Kalau
memungkinkan aku akan cuti untuk menemaninya selama di sini.” Rizal menunggu
reaksi Irwan.
Irwan menyandarkan punggungnya di kursi, melahap udang goreng
terakhir yang ada di piringnya. “Kamu menemaninya sebagai apa? Bodyguard atau selingkuhan?”
The sidekick's girlfriend.
Nadine mengotak-utik smartphone-nya,
melihat foto-foto saat ikut acara rafting
bersama Irwan dan Rizal beberapa waktu lalu. Foto Rizal dipandanginya lama. Tak
sadar senyumnya tersungging. Nadine ingat betapa Rizal sangat menguasai medan
dan piawai mengendalikan perahu karet. He’s
such a manly man.
Untunglah Galuh menolak laki-laki itu. Sesuai dugaannya.
Seperti keinginannya.
The fear...
Bayangan hitam itu semakin mendekat. Antara sadar dan tidak
dia merasakan ada orang menyentuh kakinya. Galuh membuka mata dan terbelalak.
Bayangan hitam itu telah membekapnya. Galuh berontak. Napasnya tersengal. Dia
berteriak tapi tak ada suara. Tangan itu sudah membungkam mulutnya. Suara napas
yang menderu terdengar begitu dekat di telinganya. Galuh mengumpulkan semua
kekuatannya dan menendang sekerasnya.
And there's The Ghost from the past.
Lelaki dengan luka di pipi kirinya itu menatap sebuah foto di
tangannya. Diusapnya lembut foto gadis berambut panjang yang membawa piala dan
piagam itu dengan jemarinya lalu didekatkan ke dadanya, seolah-olah memeluk
dengan penuh kelembutan. Tangannya lalu terulur ke sebuah kotak kayu di
hadapannya. Dibukanya kotak berwarna cokelat tua itu, kemudian diletakkannya
dengan sangat hati-hati foto itu ke dalam kotak yang berisi puluhan foto-foto
lainnya.
“Tidurlah, Cantikku. Aku akan datang padamu.
Tunggulah.”
Meanwhile, let's hope my other novel will be published this year... Amin.